Pages

Selasa, 17 April 2012

Bolehkah Wanita Menyatakan Cinta Menurut Islam

Dari Sabl bin Sad As-SA’idi:”Rasululllah ! saya datang, datang untuk menghibabkan( menyerahkan diri untuk dijadikan istri) diri kepada paduka tuan”. Lalu Rasul melihat kepadanya yaitu ia naikkan pandangan dan ia tepatkannya. Kemudian Rasulullah SAW tundukkan pandangan. Maka tatkala perempuan itu memandang bahwa ia tidak putuskan apa-apa tentangnya, duduklah ia, lalu berdiri seorang sahabatnya dan berkata:”Ya Rasulullah, jika paduka tidak punya hajat kepadanya, maka nikahkanlah saya dengannya”. (kemudian Rasul menikahkannya). (H.R Bukhari dan muslim) tertulis dalam kitab Bulughul Maram.

Dari hadits lain juga dikisahkan bahwa Umar bin Khattab pernah meminta kesediaan Abu, Bakar, Ali agar bersedia menikahi anaknya. Ali secara tegas menolaknya, sedangkan Abu Bakar tidak menjawab, karena beliau mengetahui bahwa Rasulullah berkenan kepada putri Umar.
Dari peristiwa itu dapat kita jadikan hujjah bahwa, islam tidak melarang seorang wanita menyatakan rasa cinta kepada seorang laki-laki, atau seorang ayah mencarikan jodoh untuk putrinya. apabila islam melarang seorang wanita menyatakan cinta kepada laki-laki niscaya Rasul akan memberikan teguran kepada wanita yang menghibahkan diri padanya. Mungkin ada orang yang memandang bahwa hal itu hanya berlaku pada diri Rasul atau pimpinan sentral, bukan dari nilai kelaki-lakiannya, tentu pandangan tersebut tidak benar karena Rasul tidak mengucapkan adanya perbedaan pada peristiwa tersebut.
Hikmah Keterbukaan
Dipandang dari sudut hikmahnya, keterbukaan ini lebih baik dari sifat ketertutupan, karena gejala cinta yang tumbuh dari lubuk hati manusia, tidak terikat dari perbedaan jenis kelamin, setiap dia yang memiliki perasaan pasti dia akan menemukan pengalaman cinta, sebagaimana definisi cinta ialah seorang yang memiliki pengalaman kenikmatan atau keenakan terhadap sesuatu yang telah memberikan pengalaman kenikmatan tersebut. Kemudian timbullah pada diri orang tersebut kerinduan atau keinginan untuk mengulang bahkan memilikinya. Pengungkapan kesukaan seseorang terhadap sesuatu itulah yang dinamakan cinta. Sedangkan yang dicintai bisa berupa makanan, keluarga, orang tua, bangsa/negara, ajaran allah atau orang orang lain. Kebalikan dari cinta ialah kebencian, obyek yang dibenci sama dengan obyek yang dicinta. Hanya berbeda dalam penyikapannya saja. Seseorang yang telah jatuh cinta, baik laki-laki ataupun wanita, secara prinsip ia harus menyampaikan perasaanya terhadap orang yang dicintai, mengenai tekniknya bisa langsung atau tidak langsung. Mengenai waktunya tergantung pada kondisi yang yang dipandang oleh para pelaku cinta. Apabila hal ini disampaikan hanya karena pertimbangan budaya, sungkan atau karena kebodohan, tidak bersedia mengutarakan cinta, akhirnya mereka menemukan kegagalan. Pelariannya meraka memilih orang-orang yang tidak dicintai, hanya sekedar memenuhi panggilan perkawinan daja, sikap ini banyak berpengaruh pada kebahagiaan rumah tangganya.



Subyek Keterbukaan
Masyarakat pada umumnya telah menempatkan figur laki-laki adalah subyek keterbukaan dalam mengutarakan perasaan cinta, sedangkan wanita adalah figur ketertutupan, bahkan dalam budaya tertentu memandang sebagai perbuatan yang haram dan nista apabila wanita mengutarakan perasaan cinta.
Menurut teori nilai dalam masyarakat senantiasa bertitik tolak pada realitas. sebagai contoh orang yang belajar merupakan tindakan positif, karena didasari realitas bahwa hasil belajar dapat memberikan pengetahuan sedangkan pengetahuan dapat dijadikan dasar pemecahan masalah dalam kehidupan. Dalam kondisi sekarang ini bisa menempati kedudukan penting dan mendatangkan materi. Tapi pada kedudukan tertentu, aktifitas belajar tidak membawa kebaikan, apabila mereka dalam keadaan sakit atau pada masa perang, atau rumahnya terjadi kebakaran masih memaksakan untuk belajar merupakan tindakan bunuh diri.
Pada kondisi tertentu dapat menempatkan laki-laki sebagai figur keterbukaan dalam mengutarakan cinta, karena pertimbangan-pertimbangan tertentu baik menyangkut budaya atau fisiologi. Tapi hendaknya tidak menutup kemungkinan adanya perubahan, bilamana terjadi perubahan sosial yang dapat dipandang secara alamiah mendorong keagresifan seorang wanita untuk mengutarakan cinta. Perubahan alamiah yang dapat mendorong wanita berperilaku agresif misalnya, ada 2 keadaan yaitu:
1. Apabila keadaan jumlah wanita lebih banyak dari jumlah laki-laki, keadaan itu sering terjadi setelah selesainya perang, dimana laki-laki dalam suatu bangsa banyak yang tewas. Pada waktu nilai laki-laki sangat tinggi sehingga persaingan alamiah dalam mendapatkan laki-laki besar, disini tuntutan alam akan merobek kebudayaan sebelumnya.
2. Dalam mesyarakat liberalisme, yang sampai tahap tertentu, banyak perusahaan-perusahaan yang diduduki wanita. Akibatnya laki-laki tidak berani menikah, sedangkan yang bekerja sangat sedikit. Sementara itu kebanyakan wanita senantiasa menginginkan laki-laki yang mapan, disini memungkinkan terjadinya persaingan yang cukup besar karena banyak wanita yang menginginkannya. Pada kondisi ini kebudayaan apapun tidak mampu mempertahankan nilainya, bahwa laki-laki merupakan figur keterbukaan dan wanita merupakan figur keetertutupan dalam menyatakan cinta.
Dalam analisis ini kita dapat melihat kebesaran ajaran islam bahwa Allah dan Rasulnya tidak memberikan ketetapan secara abadi tentang subyek keterbukaan dan ketertutupan, akan tetapi hal itu dapat diserahkan kepada hamba-hambanya. Dengan akal yang sehat dan tuntunan dasar(wahyu) akan mampu menetapkan hukum-hukum tersebut. Mungkin pada masa dahulu adalah mayoritas sebagai figur keterbukaan.
Kehinaan dan kemuliaan bagi seorang mislim bukan ditentukan oleh keberanian dan ketakutan menyatakan perasaan cinta, tetapi siapa yang paling cepat mengikuti ajaran Allah walaupun akan bertentangan dengan kebudayaan yang ada.
Masa Transisi
Perubahan suatu kebudayaan tidak berjalan secara spontan dan langsung, tapi seringkali secara evolusi(perlahan-lahan) dalam masa yang cukup panjang, bahkan masih melewati masa transisi. Pada masa ini(transisi), nilai-nilai yang baru belum diterima total, banyak masyarakat yang masih mengutamakan nilai-nilai lama. Biasanya bukan berhubungan dengan pemikiran tetapi berkaitan dengan perasaan(tidak enak atau canggung). Demikian bila tejadi perubahan nilai-nilai budaya dari laki-laki yang dipandang sebagai subyek keterbukaan dalam menyatakan cinta diganti dengan wanita sebagai subyek keterbukaan.
Bagi wanita muslim, hendaklah tanggap tehadap situasi ini sehingga tidak tergesa-gesa atau demonstratif untuk menyatakan perasaan cinta terhadap laki-laki muslim. Kecuali sesudah melewati masa transisi atau terhadap mereka yang sudah mengikuti budaya baru. Apabila hal ini tidak diperhatikan, terutama ditunjukkan pada orang-orang yang belum menerima perubahan, mereka akan dinilai sebagaimana nilai kebudayaan sebelumnya(apabila budaya sebelumnya menilai kehinaan atau kerandahan bagi wanita islam yang menyatakan cinta pada orang laki-laki, maka ia akan akan dipandang seperti itu). Untuk menilai seseorang telah mengikuti budaya lama atau baru. Sebelumnya dapat dilakukan dengan dialog.
Keadaan umat islam hari ini berada di daerah bayang-bayang arus liberalisme, dimana kebebasan seks, ekonomi, studi terbuka, sedangkan pemahaman umat islam terbagi 2 macam: pertama, melarang komunikasi cinta, ikatan penikahan cukup dengan perantara orang yang dipercaya. Sedangkan yang lainnya masih memperbolehkan adanya komunikasi cinta selama berada dalam batas-batas yang ditentukan syara’. Pada pemahaman ini terbagi 2 macam, pertama wanita menabuhkan wanita dalam menyatakan cinta pada kaum laki-laki, sedangkan yang kedua memberikan status kewajaran bagi wanita muslim dalam menyatakan cinta.
Kesiapan Langkah
Untuk menghadapi situasi ini diperlukan bagi wanita muslim kejelian dan kepandaian menempatkan diri pada situasi pada dua pemahaman yang masih belum dapat dikompromikan. Idealnya wanita muslim bila menyatakan perasaan cinta hendaknya mengikuti budaya yang ada. Hal ini bukan tindak kemunafikan tapi justru merupakan kebijaksanaan, karena pada prinsipnya dua tindakan tersebut tidak dilarang atau diwajibkan oleh Allah. Pada sisi lain yang perlu diperhatikan adalah dominasi perasaan wanita.
Wanita dengan organ tubuhnya dan penempatan kedudukannya dalam rumah tangga, membawa kadar perasaan sangat dominan. Penyaluran potensi perasaan tersebut sering tidak terkendali. Keadaan ini dapat butuh perhatian penjagaan secara ketat, agar tidak berlebihan dalam menyalurkan dan menyatakan cinta kepada seorang laki-laki, bilamana telah datang masa dimana wanita harus lebih dulu mengutarakan perasaan cintanya. Mempersiapkan diri menerima perasaan kecewa, bila cintanya ditolak. Ia sebaiknya mempunyai kemampuan logika yang tinggi, dengan didasari dengan pengetahuan psikologis, sehingga membuat penilaian terlebih dahulu terhadap laki-laki yang dicintai, apabila dipandang laki-laki tidak mencintai, tidak perlu perasaan cintanya disampaikan.
Laki-laki muslim ketika menerima cinta seorang wanita hendaknya dapat berperilaku seperti Rasul, terlebih dahulu beliau memperhatikan dengan seksama. Apabila tidak berkenan hendaknya mengutarakan secara bijaksana. Tidak mengecam sebagai wanita murahan, agresif dan membabi buta atau menyampaikan diluar, bersikap sinis dan menjauhkan diri secara frontal. Hal itu tentu menyakitkan dan memalukan saudara kita sendiri. Padahal Allah sangat menekankan pada Hambanya agar diantara mereka menghargai, melindungi, dan saling menjaga dari gangguan orang lain. Alangkah nistanya yang diberi tugas menjaga dan melindungi justru memberi gangguan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar